MAKALAH
MANAEJEMEN
PEGADAIAN DAN ASURANSI SYARIAH
“OPERASIONAL
PEGADAIAN SYARIAH”
OLEH
:
KELOMPOK
VI
1. ZULFAHMI (152 135 020)
2. EDWIN
PRASETYO PUTRA (152 135 011)
3. SUNTI
WAHYUNISSOLEHA (152 135 006)
4. MUAINUN (152 135 016)
5. DEVI
HILMA JAMAYANTI (152 135 026)
6. LILY
MARIANI (152 135
017)
JURUSAN
EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS
SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) MATARAM
MATARAM
2016
Kata Pengantar
Assalamu’alaikum Warahmatillohi Wabarakatuh
Puji Syukur kehadirat Allah Swt.
yang senantiasa memberikan taufik dan hidayahnya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah kami yang merupakan tugas Mata Kuliah Pilihan Manajemen
Pegadaian dan Asuransi Syariah yang berjudul “ Operasional Pegadaian Syariah”.
Dan terima kasih pula kami ucapkan
kepada seluruh teman-teman yang telah memberikan motivasi agar makalah kami ini
cepat selesai, yang pada akhirnya kami dapat menyelesaikannya tepat waktu.
Apabila terdapat kekurangan dari
makalah kami ini, baik dari segi narasi maupun penulisan isi mohon dimaafkan.
Dan kami juga membutuhkan kritik dan saran dari teman-teman agar kami dapat
membuat makalah yang lebih baik kedepannya.
Wassalamu’alaikum Warahmatullohi Wabarakatuh
Mataram, 26 April 2016
Kelompok VI
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................. 1
A.
Latar Belakang
Masalah................................................................................................ 1
B.
Rumusan Masalah.......................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................... 2
A.
Pengertian
Pegadaian Syariah........................................................................................ 2
B.
Lahirnya
Pegadaian Syariah.......................................................................................... 2
C.
Operasional
Pegadaian Syariah...................................................................................... 3
D.
Landasan Konsep
Rahn................................................................................................. 5
E.
Tekhnik
Transaksi Rahn................................................................................................. 8
F.
Barang Jaminan............................................................................................................ 11
G.
Risiko dan
Manfaat Rahn............................................................................................ 12
BAB III PENUTUP...................................................................................................................... 13
Kesimpulan......................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................... 14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan orang
lain, disinilah manusia sebagai makhluk social. ratusan tahun sistem ekonomi
didunia didominasi oleh sitem bunga hampir setiap perjanjian menggunakan sitem bunga. Sangat
banyak lembaga keuangan syariah dalam mengatur keuangan masyarakat, yang salah
satunya adalah Pengadaian Syariah. Yang tidak
semata-mata juga turut serta dalam membantu kegitan ekonomi umat.
Pegadaian syariah juga dapat membantu
masalah ekonomi dinegara indonesia. dengan sistem pegadaian syariah secara
cepat dan berjangka pendek. Dan pegadaian syariah juga memberikan keamanan bagi
semua penabung dan pemegang deposito bahwa dananya tidak akan hilang begitu
saja jika nasabah peminjam ingkar janji karena ada suatu aset atau barang yang
menjadi jaminan.
B. Rumusan Masalah
Untuk mengetahui tentang :
1.
Apa itu pegadaian
syariah ?
2.
Kapan dan
mengapa lahirnya pegadaian syariah ?
3.
Bagaimana
sistem operasional pegadaian syariah ?
4.
Apa yang
menjadi landasan konsep Rahn ?
5.
Bagaimana
tekhnik transaksi Rahn ?
6.
Apa saja yang
menjadi barang jaminan dalam pegadaian syariah?
7.
Apa risiko dan
manfaat dalam menerapkan sistem penggadaian syariah ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pegadaian Syariah
Dalam UU Perdata pasal 1150 gadai merupakan suatu hak
yang diperoleh dari seseorang yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak
dan memberikan kekuasaan kepada orang yang berpiutang untuk mengambil pelunasan
dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang yang berpiutang lainnya,
kecuali biaya yang dikeluarkan untuk menyelamatkan setelah barang itu
digadaikan dan biaya-biaya mana harus didahulukan.
Dalam pegadaian syariah atau rahn terdapat
beberapa istilah, jadi orang yang menyerahkan barang gadai disebut rahin, orang yang menerima barang gadai
disebut murtahin, dan barang yang
digadaikan yaitu marhun.[1]
Pegadaian syariah atau Rahn adalah semacam jaminan utang atau gadai. (Sayyid Sabiq, fiqhus Sunnah, 169)
Rahn merupakan suatu
sistem menjamin utang dengan barang yang kita miliki di mana uang dimungkinkan
bisa dibayar dengannya, atau dari hasil penjualannya. Rahn juga bisa diartikan menahan salah satu harta benda milik si
penjamin sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang dijamin
tersebut memiliki nilai ekonomis dan pihak yang menahan itu memperoleh jaminan
untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya.
Rahn juga yaitu
perjanjian penyerahan barang atau harta Anda sebagai jaminan berdasarkan hukum
gadai berupa emas, perhiasan, kendaraan, atau barang bergerak lainnya yang
terbentuknya Pegadaian syariah di Indonesia, yaitu yang bekerjasama dengan
Perum Pegadaian yang membentuk Unit Layanan Gadai Syariah (ULGS) [2].
B.
Lahirnya Pegadaian Syariah
Berdiri pada bulan Januari 2003 tempatnya di Jakarta
dengan Unit Layanan Gadai Syariah (ULGS) Cabang Dewi Sartika. Kemudian
berlanjut dikota-kota lainnya seperti Surabaya, Semarang, Makasar, Surakarta,
dan Yogyakarta pada tahun 2003 hingga
September 2003. Masih pada tahun yang sama pula empat kantor cabang pegadaian
di Aceh menjadi pegadaian syariah.
Badan lembaga ini bersifat mandiri dan tidak terpengaruh
secara langsung oleh gejolak moneter baik dalam negeri maupun internasional.
Badan ini telah disesuaikan agar tidak menyimpang dari ketentuan yang berlaku
di dalamnya dan akan memperkaya khasanah lembaga keuangan Indonesia.[3]
Operasionalisme pengadaian pra fatwa MUI tanggal 16
desember 2003 tentang bunga bank telah sesuai dengan konsep syariah. Adapun
beberapa pihak yang menepis anggapan itu. Setelah melalui beberapa kajian yang
cukup panjang, akhirnya disusunlah sebuah konsep pendirian Unit Layanan Gadai
Syariah sebagai langkah awal adanya devisi khusus yang menangani kegiatan usaha
syariah. Sebuah konsep ini mengacu pada sistem administrasi modern, yaitu asas
rasionalitas, efisiensi dan efektivitas yang diselaraskan dengan nilai Islam
dan yang mempunyai bisnis mandiri ynag secara struktural terpisah pengolahannya
dari usaha gadai konvensional. Pegadaian syariah mempunyai fungsi dalam
beroperasi yaitu yang dijalankan oleh kantor-kantor cabang pegadaian
syariah/Unit Layanan Gadai Syariah (ULGS) sebagai satu unit sebuah organisasi
dibawah pembinaan divisi usaha lain perum pegadaian.
C.
Operasional Pegadaian Syariah
Sistem implementasi pegadaian syariah hampir sama dengan
pegadaian konvensional yaitu pegadaian syariah menyalurkan uang pinjaman dengan
barang jaminan barang bergerak. Prosedurnya juga sangat sederhana, masyarakat
hanya menunjukan buku identitas diri dan barang bergerak sebagai jaminan lalu
uang pinjaman dapat diperoleh dalam waktu yang tidak relatif lama (kurang
lebihnya 15 menit). Sedangkan untuk melunasi pinjaman, nasabah cukup dengan
menyerahkan sejumlah uang dan surat bukti rahn
saja dengan waktu proses yang singkat.
Adapun
operasional pegadaian syariah menggambarkan hubungan di antara nasabah dan
pegadaian. Adapun teknis pegadaian syariah adalah sebagai berikut:
1. Nasabah meminjamkan barang kepada
pegadaian syariah untuk mendapatkan pembiayaan. Kemudian, pegadaian menaksir
barang jaminan untuk dijadikan dasar dalam pemberian besaran pembiayaan yang
dapat diberikan oleh pegadaian syariah kepada nasabah.
2. Pegadaian syariah dan nasabah
menyetujui akad gadai. Akad ini mengenai berbagai hal seperti kesepakatan,
biaya administrasi, tarif jasa simpanan, pelunasan, dan sebagainya. jatuh tempo
pengembalian pembiayaan yaitu 120 hari.
3. Pegadaian syariah memberikan
pembiayaan atau jasa yang dibutuhkan nasabah sesuai kesepakatan.
4. Nasabah menebus barang yang
digadaikan setelah jatuh tempo. Apabila pada saat jatuh tempo belum dapat
mengembalikan uang pinjaman, dapat diperpanjang 1 kali masa jatuh tempo,
demikian seterusnya. Apabila nasabah tidak dapat mengembalikan uang pinjaman
dan tidak dapat memperpanjang akad gadai, maka pegadaian dapat melakukan
kegiatan pelelangan dengan menjual barang tersebut untuk melunasi pinjamn.
5. Pegadaian ( murtahin) mengembalikan
harta benda yang digadai (marhun) kepada pemiliknya (nasabah).
Prinsip
utama barang yang digunakan untuk menjamin adalah barang yang dihasilkan dari
sumber yang sesuai dengan syariah, atau keberadaan barang tersebut ditangan
nasabah bukan karena hasil praktek riba, maysir dan gharar. Barang-barang
tersebut antara lain seperti:
1. Barang perhiasan, seperti perhiasan
terbuat dari intan, mutiara, emas, perak, platina, dan sebagainya.
2. Barang rumah tangga seperti
perlengkapan dapur, perlengkapan makanan atau minum, perlengkapan kesehatan,
perlengkapan bertaman dan sebagainya.
3. Barang elektronik seperti radio,
tape recorder, video player, televise, computer dan sebagainya.
4. Kendaraan, seperti sepeda ontel,
sepeda motor, mobil dan sebagainya.
5. Barang-barang lain yang dianggap
bernilai seperti kain batik tulis.
D.
Landasan Konsep
Rahn
Seperti yang kita ketahui, pegadaian syariah pasti
mengacu kepada Al-Qur`an dan Hadits. Adapun landasannya dalam Al-Qur`an sebagaimana firman Allah :
“jika
kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak
memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang
(oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian
yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu meninaikan amanatnya (utangnya)
dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah kamu (para
saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barang siapa yang menyembunyikan,
sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya dan Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah:283)
Adapun dalam Hadits, Aisyah Ra berkata “Rasullulah membeli makanan dari seorang
Yahudi dan meminjamkan kepadanya baju besi.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dari Abu Hurairah Ra, Rasulullah saw bersabda :
“apabila
ada ternak digadaikan, punggungnya boleh dinaiki oleh orang yang menerima
gadai, karena ia telah mengeluarkan biaya menjaganya. Apabila ternak itu
digadaikan, air susunya yang deras boleh diminum oleh orang yang menerima gadai, karena ia telah
mengeluarkan biaya menjaganya. Kepada orang yang naik dan minum, ia harus
mengelurkan biaya perawatannya.”(HR.Jamaah, kecuali Muslim dan an-Nasa`i)
Dalam pandangan dan landasan para ulama, mereka sepakat
memperbolehkan akad rahn (az-Zuhaili,
al-Fiqh al-Islami wa Adilatuhu, 1985)
Dan landasan ini diperkuat dengan fatwa Dewan Syariah
Nasional (DSN) No. 25/DSN-MUI/III/2002 tanggal 26 Juni 2002 yang menyatakan
bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn diperbolehkan dengan ketentuan
sebagai berikut :
1.
Ketentuan Umum
Rahn
a) Murtahin (penerima
barang) mempunyai hak untuk menahan marhun
(barang) sampai semua utang rahin (yang
menyerahkan barang) dilunasi.
b) Marhun dan manfaatnya
tetap menjadi milik rahin.
c) Pemeliharaan
dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi
kewajiban rahin, namun dapaat juga
dilakukan murtahin, sedangkan biaya
dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin.
d) Besar biaya
administrasi dan penyimpanan marhun tidak
boleh ditentukan berdasrkan jumlah pinjaman.
e) Penjualan marhun:
·
Apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan rahin untuk segera melunasi utangnya.
·
Apabila rahin tetap tidak melunasi utangnya, maka marhun dijual paksa / dieksekusi.
·
Hasil penjualan marhun dugunakan untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan
yang belum dibayar serta biaya penjualan.
·
Kelebihan hasil penjualan menjadi milik
rahin dan kekurangannya menjadi
kewajiban rahn.
2.
Hukum Rahn
Di antara hukum-hukum adalah sebagai berikut :
a) Rahn (barang gadai)
harus berada ditangan murtahin dan
bukan ditangan rahin.
b) Barang-barang
yang tidak boleh digadaikan, kecuali tanaman dan buah-buahan dipohon yang belum
masak karena penjualan kedua barang tersebut haram, diperbolehkan digadaikan.
c) Jika jatuh
tempo gadai telah habis, maka murtahin meminta
rahin melunasi utangnya.
d) Rahn adalah amanah
ditangan murtahin.
e) Rahn boleh
dititipkan kepada orang yang bisa dipercayai selain murtahin, sebab yang terpenting dari rahn adalah panjangan, dan itu biasa dilakukan oleh orang yang
biasa dipercaya.
f) Jika rahin mensyaratkan rahn tidak dijual ketika utang telah jatuh tempo, maka rahn menjadi batal.
g) Jika rahin bertengkar dengan murtahin mengenai besarnya utang, maka
ucapan yang diterima adalah ucapan rahin dengan
sumpah, kecuali jika murtahin bisa
mendatangkan barang bukti.
h) Jika murtahin mengklaim teah mengembalikan rahn dan rahin tidak mengakuinya, maka ucapan yang diterima adalah ucapan rahin dengan sumpah kecuali jika murtahin dapat mendatangkan barang bukti
yang menguatkan klaimnya.
i)
Murtahin berhak menaiki rahn yang bisa dinaiki dan memerah rahn yang bisa diperah sesuai denga
besarnya biaya yang dikeluarkan untuk rahn tersebut.
j)
Hasil rahn seperti anak dari rahn (jika
rahn berbentuh hewan), panen
(berbentuk tanaman), dan lain sebagainya menjadi milik rahin.
k) Jika murtahin mengeluarkan biaya untuk rahn tanpa meminta izin kepada rahin, maka ia tidak boleh meminta rahin mengganti biaya yang telah
dikeluarkannya untuk rahn tersebut.
l)
Jika rumah yang digadaikan mengalami
kerusakan, kemudian murtahin memperbaikinya
tanpa seizin rahin, maka tidak
apa-apa jika ia meminta penggantian biaya yang telah dikeluarkan untuk
perbaikan rumah tersebut, kecuali jika rahn
berupa alat seperti kayu dan bata tidak bisa dicabut, maka ia boleh meminta
oenggantian kepada rahin.
m) Jika rahin meninggal dunia atau bangkrut,
maka murtahin lebih berhak atas rahn daripada semua kreditur.
3.
Ketentuan
Penutup Rahn
a) Jika salah satu
pihak dapat menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara
kedua belah pihak, maka penyelesaiannnya dilakukan melalui Badan Arbutrase
Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
b) Fatwa ini
berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari
terdapat kekeliruan akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
E.
Teknik Transaksi Rahn
Sesuai dengan landasan di atas, pada dasarnya pegadaian
syariah juga berjalan di atas dua akad transaksi syariah, yaitu :
1. Akad Rahn. Rahn yang
dimaksud adalah menahan harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman
yang diterimanya. Pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk mengambil
tentukan kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Maka, dengan akad ini
pegadaian menahan barang bergerak sebagai jaminan atas uang nasabah.
Rukun Al-rahn :
·
orang yang mengadaikan (rahin) dan
orang yang menerima gadai (murtahin)
·
Barang yang
digadaikan (marhun) dan utang (marhun bih)
·
Ijab
kabul/serah terima.
Ketentuan Syariah, yaitu :
·
Pelaku, harus cakap hukum dan baligh
·
Objek yang
digadaikan (marhun)
Barang gadai (marhun)
a) Dapat dijual
dan nilainya seimbang
b) Harus bernilai
dan dapat dimanfaatkan
c) Harus jelas dan
dapat ditentukan secara spesifik
d) Tidak terkait dengan orang lain (dalam
hal kepemilikan)
e) Utang (marhun bih), nilai utang harus
jelas demikian juga jatuh temponya
2. Akad Ijarah. Ialah akad pemindahan
hak guna atas barang dan atas jasa melaui pembayaran upah sewa tanpa diikutu
dengan pemindahan kepemilikan atas barangnya sendiri.
Rukun dari akad transaksi tersebut meliputi :
·
Orang yang berakad: yang berutang (rahin) dan yang berpiutang (murtahin),
·
Sighat (ijab qabul),
·
Harta yang di-Rahn-kan (marhun),
·
Pinjaman (marhun bih).
Adapun mekanisme operasional pegadaian syariah
gambarannya sebagai berikut : melalui akad rahn,
nasabah menyerahkan barang bergerak dan kemudian pegadaian menyimpan barang bergerak
dan kemudian pegadaian menyimpan serta merawatnya di tempat yang telah
disediakan oleh penggadaian. Dan pegadaian syariah dibenarkan untuk mengenakan
biaya sewa kepada nasabah sesuai jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak.
Maka, penggadaian syariah akan memperoleh keuntungan dari bea sewa tempat yang
dipungut dan bukan tambahan berupa bunga atau sewa modal yang diperhitungkan
dari uang pinjaman. Sehingga, disini dikatakan proses pinjam meminjam uang
hanya sebagai “lipstick” yang akan
menarik minat konsumen untuk menyimpan barangnya di pegadaian.
Ketentuan atau persyaratan yang menyertai akad tersebut
meliputi :
a) Akad . akad tidak mengandung syarat fasik/batil
seperti murtahin mensyaratkan barang
jaminan yang dapat dimanfaatkan tanpa batas.
b) Marhun bih (pinjaman).
Pinjaman merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada murtahin dan bisa dilunasi dengan barang yang di-rahn-kan tersebut serta pinjama itu
jelas dan tertentu.
c) Marhun (barang yang
di-rahn-kan). Marhun bisa dijual dan nilainya seimbang dengan pinjaman, memiliki
nilai, jelas ukurannya, milik sah penuh rahin,
tidak terkait dengan hak orang lain, dan bisa diserahkan baik materi maupun
manfaatnya.
d) Jumlah maksimin
dana rahn dan nilai likuidasi barang
yang di-rahn-kan serta jangka waktu rahn ditetapkan dalam prosedur.
e) Rahin dibebani jasa
manajemen atas barang berupa: biaya, asuransi, biaya penyimpanan, biaya
keamanan, dan biaya pengelolaan serta administrasi.
Kita dapat memperoleh layanan dari penggadaian syariah,
masyarakat cukup hanya menyerahkan harta geraknya (emas, berlian, kendaraan,
dan lain-lain) untuk dititipkan disertai dengan tanda pengenal. Taksiran barang
ditentukan berdasarkan nilai intrinsik dan harga pasar yang telah ditetapkan
oleh Perum Penggadaian dan maksimum uang pinjaman yang dapat diberikan adalah
sebesar 90% dari nilai taksiran barang.
Setelah selesai tahapan diatas, pegadaian syariah dan
nasabah melakukan akad dengan kesepakatan :
a) Jangka waktu
penyimpanan barang dan pinjaman ditetapkan selama maksimum empat bulan.
b) Nasabah bersedia membayar jasa simpan
sebesar Rp.90 (sembilan puluh rupiah) dari keliatan taksiran Rp 10.000 per 10
hari yang di bayar bersamaan pada saat melunasi pinjmain.
c) Membayar biaya administrasi yang
besarnya ditetapkan oleh penggadaian pada saat pencaraian uang pinjaman.
Dalam hal ini, nasabah diberikan kelonggaran untuk :
·
Melakukan penebusan barang/pelunasan
pinjamin kapan pun sebelum jangka waktu empat bulan.
·
Mengangsur uang
pinjamin dengan membayar terlebih dahulu jasa simpan yang sudah berjalan
ditambah beaadministrasi.
·
Hanya membayar
jasa simpanannya terlebih dahulu jika pada satu jatuh tempo nasabah belum mampu
melunasi pinjaman uangnya.
Hak dan Kewajiban pihak Penerima
Gadai :
1. Hak Murtahin ( Penerima Gadai )
a) Pemegang gadai
berhak menjual marhun apabila rahin tidak dapat memenuhi kewajibannya pada saat
jatuh tempo.
b) Pemegang gadai
berhak mendapatkan penggantian biaya yang telah dikeluarkan untuk menjaga
keselamatan marhun.
c) Selama pinjaman
belun dilunasi, pemegang gadai berhak menahan barang gadai yang diserahkan oleh
pemberi gadai (nasabah/rahin).
2. Kewajiban
Penerima Gadai
a) Penerima gadai
bertanggung jawab atas hilangnya atau merosotnya barang gadainya yang
diakibatkan oleh kelalaiannya.
b) Penerima gadai
tidak boleh menggunakan barang gadai untuk kepentingan sendiri.
c) Penerima gadai
wajib memberitahukan kepada pemberi gadai sebelum diadakan pelelangan barang
gadai.
3. Hak dan Kewajiban Rahin (Pemberi Gadai)
a) Hak pemberi
gadai :
·
Pemberi gadai berhak mendapatkan barang
gadainya kembali setelah ia mampu melunasi semua pinjamannya.
·
Pemberi gadai berhak menuntut ganti
rugi dan kerusakan dan jika hilangnya barang gadai, apabila itu disebabkan
akibat kelalaian gadai.
·
Pemberi gadai berhak menerima sisa dari
hasil penjualan barang gadai setelah dikurangi biaya pinjaman dan biaya-biaya
lainnya.
b) Kewajiban
pemberi gadai :
·
Pemberi gadai wajib melunasi pinjaman
yang telah diterimannya dalam waktu yang telah ditentukan.
·
Pemberi gadai wajib merelakan penjualan
atas barang gadai miliknya, apabila dalam waktu yang telah ditentuka pemberi
gadai tidak dapat melunasinya.[4]
F.
Barang Jaminan
Semakin besar nilai taksiran barang, semakin besar pula
pinjaman yang akan diperoleh. Adapun jenis-jenis barang berharga yang dapat
diterima dan dijadikan jaminan pegadaian syariah adalah sebagai berikut :
a. Barang-barang
atau benda perhiasan, antara lain: emas, perak, intan, berlian, mutiara,
platina dan jam.
b. Barang-barang
berupa kendaraan seperti mobil (termasuk bajaj dan bemo), sepeda motor dan
sepeda biasa (termasuk becak).
c. Barang-barang
elektronik, antara lain : telivisi, radio, radio tape, video, komputer, kulkas, tutsel dan mesin tik.
d. Mesin-mesin
seperti mesin jahit dan mesin kapal motor.
e. Barang-barang keperluan rumah tangga
seperti :
·
Barang tekstil, berupa pakaian,
permadani atau kain batik.
·
Barang pecah belah dengan catatan bahwa
semua barang yang dijaminkan harus dalam kondis baik (masih mempunyai nilai
jual). Dalam hal ini penting untuk penggadaian syariah, mengingat kan nasabah
tidak dapat mengembalikan pinjamannya maka barang jaminan akan dilelang sebagai
penggantinya.[5]
G.
Risiko dan Manfaat Ar-Rahn
1. Risiko Ar-Rahn
Adapun risiko dalam rahn
yang mungkin ada dan diterapkan sebagai produk adalah :
a.
Risiko tak terbayarnya utang nasabah
(wanprestasi).
b. Risiko
penurunan nilai aset yang ditahan atau rusak.
2. Manfaat Ar-Rahn
Bank yang menerapkan prinsip ar-rahn dapat mengambil manfaatnya :
a. Menjaga
kemungkinan nasabah untuk lalai atau bermain-main dengan fasilitas pembiayaan
yang diberikan banj tersebut.
b. Memberikan
keamanan bagi semua penabung dan pemegang deposito bahwa dananya tidak kan
hilang begitu saja jika nasabah peminjam ingkar janji karena ada suatu aset
atau barang (marhun) yang dipegang
oleh bank.
c. Jika rahn diterapkan dalam mekanisme
penggadaian, sudah barang tentu akan sangat membantu saudara kita yang
kesulitan dalam dana terutama didaerah-daerah.[6]
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pegadaian adalah lembaga yang
mendasarkan diri pada hukum gadai. Dalam menjalankan usahanya. Pegadaian
syariah atau Pegadaian Islam adalah suatu sistem pergadaian yang dikembangkan
berdasarkan syariah (hukum) islam.
Dan memberikan keamanan bagi semua
penabung dan pemegang deposito bahwa dananya tidak akan hilang begitu saja jika
nasabah peminjam ingkar janji karena ada suatu aset atau barang yang dipegang
oleh bank.
Barang yang digunakan sebagai jaminan
utang atau gadai dalam proses pegadaian adalah barang yang memiliki nilai
ekonomis.resiko yang didapatkan dalam proses pegadaian adalah penurunan nilai
aset yang ditahan atau rusaknya barang yang digadaikan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Rodoni, Lembaga Keuangan Syariah, Zikrul Hakim,
jakarta, 2004.
Buchari Alma, Manajemen
Bisnis Syariah, Alfabeta, bandung, 2009.
Muhammad Syafi`i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Gema Insani Press, jakarta, 2001.
Sri Nurhayati, Akuntansi
Syariah, Salemba Empat, Jakarta, 2011.
Labels:
makalah
Thanks for reading Makalah Operasional Pegadaian Syariah. Please share...!
0 Comment for "Makalah Operasional Pegadaian Syariah"