Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para
Malaikat: “Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.”
mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang
yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami
Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan
berfirman: “Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”(QS :
Albaqarah 30 )
Sebelum manusia diciptakan, Allah sudah lebih dulu menciptakan
langit, bumi dan isinya. Segala sesuatu telah tercipta dengan sangat teratur di
alam semesta, planet-planet berjalan pada porosnya, matahari memancarkan cahaya
untuk memberikan penerangan, bintang-bintang yang indah yang menghiasi angkasa,
bumi dan segala kelengkapannya, Maha Besar Allah atas segala penciptaannya.
Namun, bumi yang indah itu siapakah yang akan menghuni dan merawatnya?
Disinilah mulai terlahir tentang kepemimpinan, yaitu ketika Allah
berfirman akan menjadikan khalifah dimuka bumi. Khalifah disini berarti
pemimpin yang memiliki tugas untuk mensejahterakan bumi. Akan tetapi, mengenai
hal tersebut para malaikat bertanya kepada Allah mengapa hendak menciptakan
manusia yang akan membuat kerusakan dan pertumpahan darah? Sungguh Allah lebih
mengetahui mengenai hal itu. Maka Allah ciptakan manusia dari segumpal tanah
kemudian ditiupkanlah ruh kepadanya maka terciptalah Adam sebagai manusia
pertama yang akan mengemaban tugas sebagai khalifah di muka bumi setelah yang
lain tidak sanggup menjadi khalifah di muka bumi.
Setelah kita mengetahui bagaimana asal- usul kepemimpinan yang
ternyata sejak pertama kali manusia telah diciptakan bahkan sebelumnya hal itu
sudah Allah perbincangkan dengan para malaikat-Nya sebagaimana firman Allah
dalam Q.S Al-Baqoroh ayat 30. Lantas apakah yang dimaksud dengan Kepemimpinan?
Banyak pendapat mengenai hal tersebut yang menjelaskan arti dari kepemimpinan
yang artinya tidak jauh berbeda antara satu pendapat dengan pendapat lainnya.
Dari beberapa ahli yang berpendapat ialah : William G. Scott (1962) Kepemimpinan
ialah proses mempengaruhi aktifitas yang diorganisir dalam suatu kelompok dalam
usahanya untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan, Fiedler (1967)
kepemimpinan pada dasarnya merupakan pola hubungan antara individu-individu
yang menggunakan wewenang dan pengaruhnya terhadap kelompok orang agar bekerja
bersama-sama untuk mencapai tujuan, Davis (1977) mendefinisikan
kepemimpinan adalah kemampuan untuk mengajak orang lain mencapai tujuan yang
sudah ditentukan dengan penuh semangat, dan masih banyak lagi pengertian
lainnya menurut para ahli. Jadi pengertian dari kepemimpinan itu intinya adalah
bagaimana seseorang dapat memberikan pengaruh terhadap orang lain untuk
mencapai tujuan bersama. Pengertian kepemimpinan tersebut adalah secara umum,
lalu bagaimanakah pengertian kepemimpinan menurut perspektif Islam? Dalam Islam
kepemimpinan di sebut dengan imamah yaitu konsep yang terdapat dalam Al- Qur’an
dan As- sunnah, yang meliputi kehidupan manusia secara pribadi, berdua, keluarga
maupun kelompok yang tujuannya adalah untuk keselamatan di dunia dan akhirat.
Sehingga dalam artian ini, siapa saja adalah pemimpin, suami menjadi pemimpin
bagi istri dan anak-anaknya, istri menjadi pemimpin bagi anak-anaknya, seorang
anak menjadi pemimpin bagi adik-adiknya, dan setiap diri menjadi pemimpin bagi
diri sendiri. Siapa saja yang menjadi pemimpin maka akan dimintai pertanggung
jawabannya di akhirat kelak atas kepemimpinannya, sebagaimana sabda Rasululloh “Setiap
kamu adalah pemimpim dan tiap-tiap pemimpin dimintai pertanggungjawabannya”
Dalam Islam, istilah pemimpin biasanya disebut juga “khalifah”
atau “amir” yang berarti wakil tuhan dimuka bumi. Sebagaimana Allah
telah berfirman dalam Q.S Al- Baqarah ayat 30 :. . . “Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang
khalifah di muka bumi.”. . . Dalam
pengertian ini dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan Islam secara mutlak
bersumber dari Allah swt yang telah menjadikan manusia sebagai khalifah fil
ardli. Maka dalam kaitan ini, dimensi kontrol tidak terbatas pada interaksi
antara yang memimpin (umara) dengan yang dipimpin (umat), tetapi baik pemimpin
maupun rakyat (umat) yang dipimpin harus sama-sama mempertanggungjawabkan
amanah yang diembannya sebagai seorang khalifah Allah , secara komprehensif.
Sehingga sebagai seorang pemimpin dalam Islam hendaknya memiliki sifat shiddiq,
tabligh, amanah, dan fathanah.
Sifat pertama, shiddiq artinya benar. Seorang pemimpin harus
memiliki sifat ini, ia harus selalu bertindak yang benar baik perkataan maupun
perbuatan. Karena apabila seorang pemimpin tidak memiliki sifat ini maka
bawahannya yang akan sengsara. Seperti banyak halnya yang terjadi pada zaman
sekarang ini, banyak calon pemimpin kita yang pada saat berkampanye semua
ucapannya manis-manis, akan tetapi setelah terpilih semua terbalik 180 derajat
tidak seperti apa yang telah disampaikan pada saat kampanye. Kedua, tabligh
artinya menyampaikan. Artinya pemimpin harus mampu menyampaikan apa yang
menjadi kewajibannya demi kemaslahatan bersama. Ketiga, amanah artinya
dapat dipercaya. Jika suatu urusan diserahkan kepadanya, niscaya orang percaya
bahwa urusan itu akan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Keempat, fathonah artinya
cerdas. Pemimpin haruslah cerdas, mampu membaca peluang dan mengatasi
permasalahan yang terjadi. Tidak cukup dengan satu cara maka masih banyak cara
yang lain lagi, sehingga setiap persoalan akan mampu ditangani oleh seorang
pemimpin.
Jiwa kepemimpinan ada pada setiap makhluk ciptaan Allah yang
tentunya pada dimensi yang berbeda-beda. Manusia, malaikat, setan, jin, hewan
dan makhluk lainnya memiliki jiwa kepemimpinan yang berada pada dimensi yang
berbeda. Suatu contoh kepemimpinan pada hewan dapat kita lihat dari semut yang
diceritakan pada zaman nabi Sulaiman, yaitu ketika nabi Sulaiman bersama bala
tentaranya melewati suatu jalan dimana ada semut-semut yang berlarian panik
karena takut terinjak-injak oleh nabi Sulaiman bersama bala tentaranya, salah
satu dari sekian banyak semut tersebut memerintahkan semut-semut yang panik
tersebut untuk masuk kedalam lubangnya agar tidak terinjak oleh nabi Sulaiman
bersama bala tentaranya. Dari cerita tersebut dapat kita melihat jiwa
kepemimpinan seekor semut yang memerintahkan semut-semut lainnya untuk masuk
lubang agar tidak terinjak-injak oleh nabi Sulaiman bersama bala tentaranya.
Seekor semut tersebut lebih mendahulukan keselamatan semut-semut yang lainnya.
Inilah sifat yang perlu di contoh oleh setiap pemimpin bahwa kepentingan umat
adalah yang utama.
Pemimpin dalam Islam haruslah orang yang bertaqwa sehingga mampu
untuk menegakkan keadilan. pemimpin yang adil akan mampu memberikan keadilan
kepada masyaraktnya sehingga kehidupan rakyatnya akan hidup sejahtera. Seperti
contohnya kepemimpinan nabi Muhammad SAW yang karena kepemimpinannya masyarakat
yang berada pada daerahnya hidup sejahtera dalam ukuran mampu untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya dan mendapatkan keadilan sebagai masyarakat, baik yang
muslim maupun yang kafir, akan tetapi kafir zimmi. Sebaliknya, pemimpin
yang dzalim akan bertindak seenaknya tanpa memberikan keadilan kepada
masyaraktnya sehingga masyarakat pada daerah tersebut akan hidup sengsara,
seperti yang terjadi pada kepemimpinan raja Fir’aun pada zaman nabi Musa as,
rakyat-rakyatnya hidup dalam kesengsaraan akibat dari kedzaliman raja Fir’aun.
Bahkan, sangat dzalimnya dia menganggap dirinya adalah tuhan sehingga Allah
memberikan azab di tenggelamkan di laut merah maka hilang semua kesombongan dan
kedzalimannya tersebut.
Memimpin
adalah amanah dan tanggungjawab yang akan dipersoalkan di akhirat nanti. Amanah
dan tanggungjawab ini tidak akan terlaksana tanpa adanya pemimpin yang
berwibawa memeliki ciri-ciri dan sifat-sifat yang tertentu, sesuai dengan tugas
dan tanggungjawabnya, mengajak manusia mengabdikan diri sesungguhnya kepada
Allah swt, melalui kerja-kerja memakmurkan bumi Allah swt, melakukan islah,
menegakkan kebenaran, mengujudkan keamanan, keharmonian dan kesejahteraan dalam
masyarakat dan negara.
Berdasarkan
amanah dan tanggungjawab seorang pemimpin, maka orang yang lemah dan tidak
memiliki kelayakan tidak boleh menjadi pemimpin. Oleh itu melantik seorang
pemimpin atau pegawai yang tidak memeliki kelayakan kepada sesuatu jabatan
sedangkan masih ada orang yang lebih layak kepada jabatan tersebut, merupakan
suatu pengkhianatan besar kepada Allah swt dan Rasulullah saw. Dan
sangat bertentangan dengan ajaran syariat Islam kerana akibat dari
perbuatan itu, masyarakat dan negara akan hancur serta diangkat
keberkatannya. Rasulullulah saw bersabda; ‘Apabila disandarkan
pekerjaan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah kiamat (saat
kehancuran)’. Maka hendaknya seorang yang menjadi pemimpin adalah orang yang
benar-benar memiliki jiwa kepemimpinan dan mampu untuk memimpin dan
mensejahterakan rakyat. Jangan sampai yang menjadi pemimpin adalah orang yang
tidak mampu menjadi pemimpin. Hal ini yang menjadi permasalahan kita, dimana
banyak orang berbondong-bondong nyalon jadi pemimpin disetiap daerah hanya
untuk mendapatkan jabatan dan kedudukan dikalangan masyarakat. Padahal, kalau
kita melihat balik kesejarah pemilihan pemimpin pada zaman sahabat rasul banyak
yang menolak untuk menjadi pemimpin karena itu merupakan tanggung jawab besar
yang akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak.
Dengan
demikian, kepemimpinan dalam Islam merupakan sebuah amanah yang diemban bagi
setiap manusia untuk mensejahterakan bumi dan kelak akan dimintai pertanggung
jawaban. Setiap diri memiliki jiwa kepemimpinan yang kadarnya berbeda antara
satu dengan lain. Kadar jiwa kepemimpinan yang lebih besar akan lebih cocok
menjadi pemimpin bagi yang kadar kepemimpinannya rendah, sehingga kita
dianjurkan untuk memilih pemimpin yang benar-benar berjiwa pemimpin. Saya
sebagai penulis mengajak para pembaca untuk selektif dalam memilih pemimpin
yang sebentar lagi akan dilaksanakan secara serentak di seluruh Indonesia.
Labels:
artikel
Thanks for reading Kepemimpinan dalam Perspektif Islam. Please share...!
0 Comment for "Kepemimpinan dalam Perspektif Islam"