Ketikkan.Fahmi

Welcome to My Blog

Dahsyatnya Maaf

A.    PENGERTIAN PERMINTAAN MAAF
Pada zaman sekarang ini banyak orang yang kesulitan untuk memaafkan dan meminta maaf. Salah satu penyebab sulitnya kata maaf adalah rasa gengsi. Memaafkan adalah balasan terbaik untuk sebuah kesalahan, mungkin berat tapi tidak untuk mereka yang punya niat. Sedangkan Permintaan maaf adalah perbuatan mengulurkan diri kita karena kita lebih mementingkan hubungan yang kita bina ketimbang kebutuhan untuk menjadi benar. Permintaan maaf merupakan sesuatu yang harus dipraktikkan, kecendrungan untuk bertindak, dan sesuatu yang bisa dilihat dan ukur. Permintaan mungkin bermula sebagai sebuah perasaan, hasrat untuk meluruskan keadaan, tapi permintaan maaf menuntut komitmen untuk mempraktikkan hasrat itu, untuk benar-benar mengemban tugas berani untuk memperlihatkan rasa welas asih. Meminta maaf adalah sesuatu yang kita lakukan dalam konteks sebuah hubungan. Sebuah dinamika yang dapat dilihat antara yang bersalah dan yang disalahi. Niat untuk meminta maaf merupakan sebuah awal, tapi tidak bisa disebut permintaan maaf sampai anda benar-benar menjalankannya. Jika pengalaman itu hanya berlangsung didalam diri anda atau lewat seorang perantara, itu adalah pengakuan. Pengakuan merupakan hal bagus tapi bukan sebuah permintaan maaf. Permintaan maaf menantang kita untuk merendahkan hati. Kerendahan hati bukan berarti berpikir rendah akan diri kita sendiri, melainkan lebih sedikit memikirkan diri sendiri. Dalam konteks permintaan maaf, kerendahan hati berarti kita mendudukkan orang yang telah kita sakiti sebagai unsur penting bagi kesejahteraan diri kita. Sang pelaku kesalahan mendapati bahwa dengan bersedia memperlakukan sang korban sebagai pihak yang sederajat, ia bisa menjadi lebih tulus. Kesediaan untuk merendahkan hati memberi kita dasar yang sangat baik untuk pengampunan.
A.    PERMINTAAN MAAF YANG TULUS
Jika anda berniat meminta maaf, anda lebih baik melakukannya dengan sepenuh hati. Permintaan maaf setengah hati hanya akan memperburuk situasi. Permintaan maaf tulus menekankan rasa welas asih bagi sang korban, bukan penebusan dosa atau penyelamatan diri anda dari rasa bersalah. Hal ini berarti anda memahami penghayatan si korban. Anda menerima tanggungjawab atas akibat dari kata-kata, sikap dan perilaku anda yang menyakitkan. Permintaan maaf yang tulus tidak mencari pembenaran, membela diri, atau berusaha membuat kesalahan yang telah dilakukan tampak lebih ringan. Ia menyatakan secara pasti apa yang merupakan kesalahan sang pelakudan menerima tanggungjawab moral untuk itu. Ia juga mengungkapkan penyesalan atas tindakan tersebut, menggunakan kata-kata langsung seperti “saya meminta maaf” atau “saya menyesal,” dan mencakup diberikannya pengganti yang berarti serta komitmen untuk tidak mengulanginya lagi. Dengan meminta maaf menyelaraskan diri dengan kenyataan, kita merasa lebih baik tentang diri kita sendiri dan bertindak dengan lebih berintegritas. Meminta maaf tidak saja membantu memperbaiki hubungan yang retak tapi juga menyikap berbagai peluang yang sebelumnya tidak nampak bagi kedua belah pihak.
B.     PERAN HAKIKI PERMINTAAN MAAF
Melukai dan terlukai perasaan adalah bagian tak terpisahkan dari keberadaan kita sebagai manusia. Selama kita memiliki teman, pasangan, pegawai, rekan kerja, dan tetangga kita dari ras manusia, bisa dipastikan kita menghadapi kekecewaan, frustasi, dan berbagai kondisi lain yang lebih parah. Kenyataannya, manusia yang sesungguhnya tidak luput dari kesalahan, cenderung berusaha untuk selalu mencapai lebih dari yang apa yang secara konsisten sanggup kita lakukan. Permintaan maaf memungkinkan kita untuk hidup berdampingan dan berjuang mencapai kebaikan bersama. Permintaan maaf diperlukan untuk memastikan keberlangsungan budaya kita, sepenting itulah permintaan maaf. Tanpa kekuatan permintaan maaf sebagai penyembuh, desakan hati kita untuk melakukan pembalasan, menyimpan dendam, bermusuhan, dan perilaku penuh kebencian lainnya akan membuat perkembangan individu serta masyarakat yang sehat sama sekali mustahil.
Pelajaran yang bisa kita ambil dari sejarah adalah bahwa sebagian besar pelanggaran yang berakibat pada sakit hati berhubungan dengan persepsi kita akan kedudukan kita di  masyarakat. Ada sesuatu dalam sifat mendasar kita sebagai manusia yang teramat peka akan status, kekuasaan, atau kehormatan kita dalam kaitannya dengan orang lain. Bagi banyak orang, pelanggaran yang paling menyakitkan dan paling sulit dilupakan adalah yang dihayati sebagai pelecehan terhadap martabat atau harga diri mereka. Kita mengahayati pengalaman semacam itu sebagai penghinaan. Tugas terberat yang harus dipikul permintaan maaf adalah membalikkan dampak dari penghinaan dengan cara mengembalikan kehormatan yang pernah di nikmati orang yang bersangkutan. Permintaan maaf adalah proses yang telah dikembangkan umat manusia untuk meringankan dampak merusak yang ditimbulkan sebuah penghinaan. Meski tidak selalu manjur, namun sudah pasti pantas untuk dicoba. Jika memangg ada obat penawar lain yang lebih efektif daripada sebuah permintaan maaf untuk melawan dampak penghinaan, obat itu belum ditemukan.
C.     MANFAAT BAGI PIHAK YANG TERSAKITI
                 Hampir semua penelitian menyangkut permintaan maaf berfokus pada manfaatnya bagi pihak yang tersakiti. Memang, bagi mereka yang telah menerima perlakuan tidak menyenangkan, kekuatan permintaan maaf sanggup meredakan luka yang menyakitkan, menyembuhkan hati yang hancur, mengeringkan kebencian dan memulihkan hubungan yang menegang, terkadang dengan begitu menyeluruh hingga hubungan yang telah pulih menjadi lebih kuat dari sebelumnya. Saat korban sebuah pelanggaran menerima ucapan maaf, mereka tidak lagi memandang sang pelaku sebagai ancaman pribadi. Kita semua butuh untuk dipahami orang lain. Sebuah permintaan maaf merupakan sebuah pengakuan bahwa kita punya alas an untuk merasa sakit hati dan berhak untuk marah, bahkan ketika disaat bersamaan permintaan maaf itu membantu kita menaklukkan kemarahan dan mencegah kita untuk tidak terjebak di masa lalu.
D.    MANFAAT BAGI PEMINTA MAAF
Kita telah melihat bahwa permintaan maaf memberi manfaat bagi korban. Tapi sesungguhnya pihak pelaku juga menikmati manfaat yang tak kalah berarti. Kesediaan untuk meminta maaf mengingatkan kita bahwa fakta-fakta yang ada tidaklah menakutkan. Fakta-fakta itu mungkin tidak selalu menyenangkan atau sesuai harapan, namun bermanfaat dalam arti peluang kita untuk berhasil selalu lebih besar ketika hidup kita selaras dengan kenyataan. Permintaan maaf memperlihatkan pada pelaku bahwa mengakui fakta-fakta termasuk yang membuat kita tampak jelek sesungguhnya adalah jalan paling sehat untuk ditempuh. Permintaan maaf adalah cara kita menghargai apa yang kita tau sebagai kebenaran dan disaat yang sama menghargai diri kita sendiri dan orang-orang yang kita kasihi. Meminta maaf mengizinkan kita untuk menjadi tidak sempurna. Permintaan maaf sama sekali bukan “kartu bebas dari penjara”. Meminta maaf juga tidak memberikan pengampunan dosa atas luka yang telah ditimbulkan ketidaksempurnaan kita. Yang dilakukannya adalah menyediakan proses penyembuhan yang melibatkan pengungkapan penyesalan, penggantian kerugian bagi orang yang telah kita sakiti, dan tekad untuk menjadi lebih baik. Ini lebih berkelanjutan ketimbang berpura-pura kita sempurna.
Dengan mengakui, mengidentifikasi, dan pada akhirnya menerima kesalahan kita, kita merengkuh kerendahan hati dan menciptakan ruang untuk diri kita yang sejati, yang tidak sempurna dan sangat manusiawi, sama seperti orang-orang lain. Carolyn Hax mengungkapkan hal ini dengan sangat pas “ manusia yang paling unggul pantas mendapatkan gelar itu bukan dengan menjadi sempurna, melainkan dengan mengakuikapan mereka telah berperilaku seperi bajingan dan berusaha sekeras mungkin untuk membereskan kekacauan yang telah mereka ciptakan”. Harga yang harus dibayar para pelaku ketika mereka tetap berpegang teguh pada keangkuhan dan menolak mengakui kesalahan sangatlah mahal. Keangkuhan akan melahirkan kebutaan, kebutaan akan melahirkan kebodohan, dan kebodohan akan melahirkan petaka. Para pelaku kesalahan kehilangan perwakinan, karier, dan rasa hormat anak-anak serta rekan kerja. Lebih dari itu semua, mereka kehilangan jati diri mereka sendiri. Semakin banyak anda mendirikan tembok keangkuhan untuk melindungi harga diri anda, semakin sedikit anda bersinggungan dengan diri sejati anda, menurut terapis Bebery Engel dalam bukunya, The Power of Apology. “ Pada akhirnya diri palsu yang anda tampilkan pada dunia orang yang selalu percaya diri, selalu benar, selalu unggul akan mengambil alih dan anda hanya akan memiliki sedikit, atau bahkan tidak sama sekali, jati diri sejati kemana anda pulang”. Kesediaan untuk meminta maaf member manfaat bagi para pelaku lewat cara-cara praktis. Saat anda menumbuhkan keberanian untuk mengakui anda telah berbuat salah dan menaklukkan penolakan diri anda untuk meminta maaf, anda mengembangkan rasa integritas yang kekal.
Pada akhirnya tindakan meminta maaf menimbulkan kesadaran diri dalam kadar yang sehat, kesadaran akan tindakan anda dan dampaknya terhadap orang lain. Dengan menerima tanggung jawab atas kesalahan demi kesalahan tindakan anda, anda semakin memberdayakan kekuatan yang anda punya untuk mempengaruhi dunia disekeliling anda. Permintaan maaf efektif sesungguhnya memperjelas siapa diri anda didunia ini. Permintaan maaf memiliki konteks social penting. Dengan melepaskan sosok mahir yang serba tahu dan tanpa cela, anda akan menjadi pribadi yang punya lebih banyak rasa ingin tahu dan empati. Setelah membuat penilaian jujur tentang apa yang anda telah lakukan dan bagaimana tindakan itu menyakiti orang lain, sudah barang tentu lebih kecil kemungkinannya anda akan mengulangi pelanggaran tersebut. Dengan berhadap-hadapan dengan kesalahan anda sendiri, anda melepaskan usaha yang dibutuhkan untuk menyembunyikan. Menyembunyikan kesalahan tidak saja merugikan organisasi tapi juga menuntut harga yang mahal dari mereka yang menyimpan rahasia. Meminta maaf membebaskan anda dari kesiagaan terus-menerus dan memberi anda peluang lebih besar untuk mengambil langkah-langkah perbaikan lebih cepat sehingga anda tidak harus menjauhkan diri dari orang-orang yang telah anda perlakukan tidak adil. Meminta maaf membuat anda tetap terhubung dengan teman, keluarga, dan rekan kerja. Anda akan merasa lebih selaras dengan orang-orang di sekitar, yang sebagaii gantinyaakan merasakan bahwa anda hadir sepenuhnya untuk melakukan komunikasi dua arah yang otentik.
E.     MEMINTA MAAF ITU SULIT
Kita tidak hentinya sadar kenapa meminta maaf itu begitu sulit. Kita takut jika kita meminta maaf akan mengakibatkan :
1.      Tampak lemah
2.      Mengakibatkan orang kehilangan rasa hormat terhadap kita
3.      Memberi pasangan, rekan kerja, atau teman amunisi untuk melawan kita
4.      Disalahpahami dan justru memperburuk situasi
5.      Tersingkir dari bursa promosi, merusak karier, atau menodai reputasi kita
6.      Menciptakan teriakan yang saling bersautan, airmata, atau situasi emosional besar-besaran
7.      Dipenuhi rasa malu dan hina
8.      Member musuh amunisi untuk menuntut kita
9.      Menanggung akibat atau ganti rugu yang mahal
10.  Menyadarkan korban yang awalnya tidak sadar dengan pelanggaran itu.
Semua ketakutan di atas itu nyata, meski menurut saya minta maaf juga bebas dari biaya. Beberapa alas an untuk tidak meminta maaf pada dasarnya bersifat eksternal, berkaitan dengan hilangnya status atau kekuasaan. Penolakan untuk meminta maaf yang jatuh dalam kategori ini menyiratkan bahwa meminta maaf akan menamatkan hubungan, membuat kita rentan, dan terbuka terhadap biaya dan hukuman yang berlebihan. Beberapa penolakan lain terhadap permintaan maaf terutama yang bersifat internal, memicu perasaan bersalah, hina, malu, lemah, tidak mampu, atau kalah, atau perasaan lain yang kita hindari. Semua jenis penolakan ini sering kali berasal dari dua asumsi yang patut dipertanyakan:
1.      Meminta maaf membuat kita begitu rentan hingga kita tidak dapat membela diri
2.      Permintaan maaf kita ditanggapi dengan hukuman.
Bukti yang ada tidak mendukung kedua asumsi ini. Inti dari semua penolakan itulah yang saya yakini sebagai alas an utama kenapa permintaan maaf begitu sulit dilakukan. Hambatan utama dalam meminta maaf adalah kita tidak punya kendali atas bagaimana permintaan maaf kita akan diterima. Esensi dari permintaan maaf sesungguhnya adalah pertukaran rasa malu dan rasa berdaya antara pelaku dan korban. Permintaan maaf melibatkan pertukaran peran. Para peminta maaf melepaskan rasa berdaya mereka dan menempatkan diri dibawah belas kasihan korban, yang mungkin atau mungkin tidak menerima permintaan maaf itu. Jadi, menurut saya ini adalah sesuatu yang tidak jelas yang membuat permintaan maaf itu sebagai sesuatu yang sangat menyiksa. Bahkan, ketika akhirnya kita berhasil membuat permintaan maaf itu keluar dari mulut kita, keengganan untuk kehilangan kendali menghasilkan permintaan maaf yang defensive, setengah hati, dan tidak efektif bagi individu dan maupun organisasi. Permintaan maaf adalah suatu tindakan yang paling berani yang bisa kita lakukan terhadap ketidakpastian. Ini paradoksnya: ketidakpastian itulah yang menghidupkan permintaan maaf. Permintaan maaf menyingkap segala harapan, hasrat dan ketidakpastian yang menjadikan kita manusia, karena pada momen terucapnya permintaan maaf yang tulus, kita berhadap-hadapan dengan kemanusiaan kita secara paling menyeluruh.
F.      MELANGKAH KELUAR DARI KEMARAHAN
Manusia seringkali sulit keluar dari kemarahan. Saat terluka kita sulit sekali membuka hati untuk orang lain, meskipun ia telah berusaha mengakui kesalahannya dan menyampaikan permintaan maaf. Kita berduka untuk hubungan yang dibuat menegang, tapi jangan sampai kita menjadi pihak yang mengambil langkah pertama dan menghadapi risiko terluka lagi. Kita semua tahu apa yang terjadi saat permintaan maaf efektif tidak tersampaikan. Pertemanan abadi dan hubungan keluarga yang penting terputus. Seringkali detail-detail peristiwa pelanggaran yang semula telah terlupakan. Setelah bertahun-tahun menyimpan dendam, kerap kali yang tersisa dari perselisihan itu adalah kegetiran akibat tak didapatkannya pernyataan maaf. Percekcokan seringkali menghebat menjadi konflik serius, tergantung pada ada atau tidaknya permintaan maaf. Dahulu, ketika para pria sejati bertanding duel, rasa permusuhan yang ada lebih berkaitan dengan kegagalan pihak yang bersalah untuk meminta maaf ketimbang kesalahan itu sendiri. Sepanjang sejarah umat manusia, tidak terpenuhinya kebutuhan akan permintaan maaf yang efektif telah menciptakan lingkaran setan yang tak kunjung berakhir antara balas dendam dan penderitaan yang tak terlukiskan. Hal ini merupakan tragedy karena permintaan maaf punya kekuatan untuk meredakan hamper semua konflik manusia. Menjunjung tinggi satu prinsip dasar saja bisa membuat permintaan maaf kita jadi lebih efektif. Permintaan maaf, layaknya semua bentuk komunikasi  lain, pada akhirnya ditentukan oleh sang penerima. Jika sang penerima tak memandang permintaan maaf kita sebagai sebuah permintaan maaf, maka masalah yang ada tidak terselesaikan sepenuhnya.
Dalam penerapannya, ini berarti kita harus memastikan permintaan maaf kita berfokus pada pihak yang telah kita sakiti dan kebutuhan mereka untuk disembuhkan daripada kebutuhan kita sendiri untuk menjadi benar. Menempatkan kepentingan orang lain diatas kepentingan kita sendiri tidaklah mudah. Tapi, singkatnya itulah yang dituntut oleh permintaan maaf efektif. Permintaan maaf tulus menekankan rasa welas asih bagi pihak teraniaya, bukan penebusan dosa pelaku kesalahan. Permintaan maaf kita harus berakar pada penghayatan pihak yang telah kita lukai perasaannya. Saat kita bisa melakukan itu, menyadari dan mengakui dampak menyakitkan dari kata-kata serta tindakan kita terhadap orang lain tanpa pengelakan atau sikap defensif kita mendapati bahwa kepentingan korban dan pelaku sebenarnya sungguh selaras.

G.    LIMA DIMENSI PERMINTAAN MAAF EFEKTIF
Seorang peminta maaf dihadapkan pada beberapa keputusan yang harus di ambil saat merangkai sebuah permintaan maaf. Setiap permintaan maaf efektif itu unik, seunik pelanggaran atau kesalahan yang memicunya, namun semuanya memiliki lima dimensi berikut ini meski dalam kadar yang berbeda-beda :

1.      Pengakuan ( recognition)
2.      Penerimaan tanggungjawab (responsibility)
3.      Penyesalan ( remorse)
4.      Penggantian kerugian ( restitution )
5.      Pengulangan ( repetition)
Permintaan maaf efektif mengandung setiap dimensi diatas, dan anda akan bisa mengingat semuanya dengan mudah sebagai 5 P.
1)      PENGAKUAN
Pengakuan menyadari dan mengakui adanya pelanggaran adalah dimensi pertama permintaan maaf. Dimensi ini menegaskan bahwa sebuah pelanggaran yang menuntut permintaan maaf telah dilakukan. Bagi pihak pelaku tahap ini mungkin tampak sama gamblangnya seperti pelanggaran itu sendiri, sehingga mungkin menggiurkan untuk langsung menuntaskan permintaan maafnya agar cepat selesai. Tapi yang lebih sering terjadi, melewatkan tahap pengakuan berakibat pada pernyataan maaf yang semakin memberatkan pelanggaran karena sang korban menjadi tidak yakin apakah peminta maaf sungguh paham kenapa dirinya begitu marah. Saya mendorong para pelaku untuk berusaha menampilkan pelanggaran yang telah mereka lakukan dari sudut pandang yang berbeda lewat kesadaran sebuah pengakuan. Pengakuan menuntut anda untuk melepaskan segala pembelaan diri, alasan, rasionalisasi atas kesalahan tindakan anda. Bagian tersulit dari itu adalah mengakui bahwa saat anda memandang pihak korban sebagai korban, orang itu memandang anda sebagai pelaku kesalahan. Permintaan maaf tulus tidak saja menuntut anda untuk menerima interpretasi sang korban atas apa yang terjadi, tapi inilah bagian yang menyakitkan pada tataran tertentu, anda juga menerima bahwa interpretasi korban atas diri anda mungkin benar adanya. Dengan kata lain, anda tidak sekedar menyadari apa yang tidak disukai korban tentang diri anda, pada tataran tertentu anda harus sepakat dengannya tentang hal itu. Jika kita tidak bersedia melihat dan menerima peristiwa dimana kita telah menjadi sumber penderitaan bagi orang lain, maka kita tidakakan bisa sungguh-sungguh mengenal diri kita sendiri. Tahap pengakuan sangat penting, namun banyak pelaku kesalahan yang tergoda untuk melewatkan tahap pengakuan karena pelanggaran sudah “jelas”. Padahal sesungguhnya pihak korban akan merasa di untungkan jika anda mau mengakui kesalahan anda dan meminta maaf. Pelajaran yang lebih besar untuk dipetik disini adalah bahwa pihak pelaku tidak berhak memutuskan apa yang sudah jelas dan apa yang belum. Permintaan maaf diperuntukkan bagi pihak yang telah mendapat perlakuan sewenang-wenang. Dalam permintaan maaf atas pelanggaran serius, juga permintaan maaf pada khalayak umum, bisa saja ada ribuan atau jutaan korban. Kesalahpahaman serius dapat timbul jika permintaan maaf itu tidak cukup memadai dalam merincikan pelanggaran yang dimaksud. Meminta maaf pada dasarnya adalah melepaskan diri dari pergulatan kita dengan sejarah. Dibalik permintaan maaf yang cacat senantiasa terdapat fakta-fakta yang masih diperselisihkan. Jadi didalam permintaan maaf diperlukan juga adanya penjelasan atau alasan atas kesalahan atau pelanggaran yang telah dilakukan. Sebuah permintaan maaf selalu lebih baik jika pihak yang bersalah dan yang disalahi sepakat perihal fakta-fakta yang melingkupi pelanggaran. Tanpa kesepakatan semacam itu permintaan maaf sama sekali mustahil. Sedemikian pentingnya unsure kesepakatan ini hingga berbagai bangsa seperti Afrika Selatan telah membentuk komisi kebenaran dan rekonsiliasi resmi dengan tujuan khusus untuk memperkuatkan catatan fakta-fakta. Proses ini kerap kali menyediakan berlimpahnya kesempatan untuk menyampaikan permintaan maaf. Tapi sebaiknya sambutan terhadap permintaan maaf, pihak yang dizalimi memperoleh kepuasan yang sama besarnya atau bahkan lebih dengan adanya catatan resmi yang memperkuat klaim dan legitimasi moral korban.
Apakah permintaan maaf sebaiknya mencakup penjelasan?
Pada umumnya penjelasan membebani permintaan maaf. Dimensi pengakuan menuntut dibeberkannya detail-detail fakta pelanggaran sehingga pihak korban dapat menilai apakah pelanggaran itu tidak disengaja, sengaja, atau disebabkan karena adanya kelalaian. Tapi nyaris mustahil untuk menambahkan penjelasan tanpa membahas masalah niat, padahal seperti telah kita perhatikan, saat korban pertama kali menimbang-nimbang sebuah permintaan maaf mereka tidak peduli tentang niat, yang mereka pedulikan hanyalah akibat.
Penjelasan memiliki kecendrungan yang tidak menguntungkan untuk lebih melayani kepentingan pihak yang bersalah daripada pihak yang disalahi. Hanya segelintir orang yang bisa menahan diri untuk tidak menyodorkan penjelasan yang pada akhirnya hanya menjelma menjadi pernyataan pembelaan diri atau pembenaran. Seperti kata Aaron Lazare saat ia menulis dalam bukunya, On Apology, “pihak yang tersakiti seringkali menganggap sebuah permintaan maaf tidak memuaskan jika tidak mencakup sebuah penjelasan.” Mereka memandang penjelasan sebagai bagian dari utang yang harus dibayarkan pada mereka. Pengalaman saya mengatakan bahwa pihak yang tersakiti menginginkan penjelasan ketika mereka mempertimbangkan untuk memaafkan. Tapi pada momen tersampaikannya permintaan maaf, sebuah penjelasan jarang dibutuhkan dan sering kali tidak diinginkan. Menurut saya, permintaan maaf sederhana yang tidak berusaha sedikitpun untuk member penjelasan adalah yang paling efektif.
Jika sebuah permintaan maaf efektif di sertai penjelasan, penjelasan itu hendaknya membuat si pelaku tampak lebih buruk, bukan lebih baik. Dengan demikian penjelasan tersebut. Menegaskan tanggung jawab pelaku dan tidak kelihatan semata-semata melayani kepentingannya sendiri.
Anehnya, semakin sepele sebuah permintaan maaf, semakin besar pula kebutuhan akan sebuah penjelasan. Saya menyebutnya prinsip penjelasan permintaan maaf terbalik : semakin kecil atau intim pelanggaran yang dilakukan, semakin besar kebutuhan akan penjelasan, semakin besar atau kurang intim pelanggaran, semakin kecil kebutuhan akan penjelasan.
2)      TANGGUNGJAWAB
Kunci menuju permintaan maaf yang efektif adalah bertanggungjawab atas konsekuensi perbuatan anda. Dimensi pengakuan menetapkan kesalahan dan pelanggaran yang dilakukan. Lanagkah selanjutnya memperlihatkan bahwa pelaku menerima tanggung jawab atas perbuatan mereka. Langkah ini menempatkan agensi moral bagi kesalahan yang dilakukan tersebut berada ditempat dan hanya dibawah kekuasaan pelaku. Yang membedakan permintaan maaf paling menyentuh adalah integritas yang diperlihatkan pelaku ketika mereka memeriksa jauh kedalam hati dan dengan tegas mengakui apa yang mereka temukan disana. Dalam dimensi tanggungjawab terdapat focus untuk menjadikan permintaan maaf lebih mengenai kebutuhan korban daripada mengenai penebusan dosa bagi pelaku. Dengan tanpa takut menyingkirkan segalabentuk alasan, peminta maaf tetap memiliki tanggung jawab yang tidak berubah. Dasar dari semua ini adalah tujuan agar pelaku mengahargai hubungan serta keinginan untuk membangun kembali hubungan tersebut dengan persyaratan yang disetujui olehkorban.
Dalam menyusun permintaan maaf, pelaku harus memberi perhatian khusus untuk menerima tanggungjawab penuh atas peran mereka dalam peristiwa yang telah terjadi. Itu berarti sepenuhnya mengakui ucapan, tindakan, dan hidup mereka. Mereka tidak berusaha untuk menyalahkan orang lain, mereka tidak berusaha untuk berkelit. Singkatnya, sikap ini berarti mengatakan apa yang membuat anda meminta maaf, mengakuinya secara terbuka, dan menerima posisi agensi moral bagi tindakan itu tanpa berusaha menguranginya, mencari-cari alasan, atau menyalahkan orang lain. “Minta maaf” pada dasarnya adalah tentang memikul tanggungjawab penuh atas peran anda tidak lebih, tidak kurang dalam apa yang terjadi.
3)      PENYESALAN
Setelah korban mengerti bahwa pelaku mengakui bahwa telah terjadi sebuah kesalahan yang dilakukan serta bersedia bertanggung jawab, ia berharap agar pelaku memiliki rasa penyesalan. Dimensi ketiga permintaan maaf yang efektif di rancang untuk mengirim sinyal penyesalan sang pelaku. Karena tidak ada cara untuk mengetahui apakah seseorang akan merasa menyesal, maka kita bergantung pada berbagai macam petunjuk baik lisan maupun tulisan. Sudah pasti petunjuk lisan yang paling penting, yang tanpanyasebuah pernyataan tidak bisa benar-benar menjadi sebuah permintaan maaf, adalah kalimat, “saya menyesal” atau “saya minta maaf”. Tidak ada pilihan lain yang lebih sesuai. Bahasa tubuh, ekspresi wajah, dan nada suara juga merupakan tanda penyesalan yang penting.
Penggunaan kalimat “saya menyesal” atau “saya minta maaf” adalah hal yang mutlak. Bahkan kalimat tersebut adalah alasan yang sebenarnya dari permintaan maaf, dan tanpa uangkapan semacam itu anda mungkin sama sekali tak akan peduli dengan permintaan maaf. Saat kita akan merasa menyesal, sebagai pelaku, seketika itu juga kita akan menggumamkan kalimat ”saya menyesal” atau “saya minta maaf”. Kita akan menemukan beberapa kasus permintaan maaf tertulis yang efektif dimana penyesalan ditunjukkan bukan dinyatakan, tapi hal ini sangat jarang.
Menurut saya, “saya menyesal” adalah dua kata yang sangat berpengaruh dalam permintaan maaf. Tak seorangpun tau mengapa “saya menyesal” (im sorry) jauh lebih berpengaruh dan efektif daripada “saya minta maaf” (I apologize) yang kedengarannya hampir sama. Ada yang mengatakan bahwa “saya menyesal” dan “saya minta maaf” nyaris tidak ada bedanya, seperti halnya anak kembar. Memang kedua kalimat tersebut dapat saling di pertukarkan, tapi bagaimanapun pesan yang disampaikan kalimat yang satu jauh lebih dapat di andalkan daripada yang lain. Penyesalan adalah perasaan yang kita rasakan ketika menyadari bahwa sesuatu yang kita lakukan telah menyakiti seseorang dan bahwa tindakan kita salah, dan kita berharap bisa menarik kembali apa yang telah kita lakukan. Menyesal, berkaitan dengan tindakan benar dan tindakan salah.
4)      PENGGANTIAN KERUGIAN
Penggantian kerugian, dimensi ke empat permintaan maaf yang efektif adalah usaha yang dilakukan untuk memulihkan kembali hubungan seperti sebelum anda merusaknya. Permintaan maaf yang efektif lebih dari sekedar kata-kata. Untuk kerusakan yang serius, pelaku harus memperlihatkan ekspresi penyesalan yang sungguh-sungguh. Dengan kata lain, harus mengandung unsure tindakan. Unsure tersebut adalah penggantian kerugian.
            Penggantian kerugian harus menjadi bagian penting dari setiap permintaan maaf. Tanpa penggantian, akan lebih sulit bagi pihak yang disakiti untuk menerima suatu permintaan maaf betapapun baiknya permintaan tersebut disampaikan. Bagaimana mereka bisa memaafkan? Hubungan tersebut akan tetap tidak seimbang. Pelaku terus mendapat keuntungan dari kerugian yang di alami korban. Tak heran bila korban dan hakim sama-sama member perhatian penuh pada apa yang benar-benar dilakukan pelaku dalam proses penggantian kerugian, karena itulah perwujudan paling nyata dari keinginan pelaku untuk memperbaiki hubungan.
5)      PENGULANGAN
Dimensi kelima dari permintaan maaf, yaitu pengulangan adalah tindakan pemberian kepastian pada korban bahwa pelaku tidak akan mengulangi perbuatannya. Ini adalah langkah yagn sering kali diabaikan dalam permintaan maaf yang tanpa pemikiran. Tetapi dengan memperhatikan dimensi ini permintaan maaf yang baik menjadi efektif, karena semua korban mempunyai penghalang baik yang disadari maupun tak disadari untuk menerima permintaan maaf. Bagi banyak orang, pikiran untuk menjadi korban lagi adalah hal sangat memalukan yang tidak tertanggungkan. Ketakutan bahwa ada kemungkinan kita terperangkap untuk kedua kalinya oleh orang yang sama menghambat di antara kita untuk menerima permintaan maaf. Ketakutan ini menimbulkan rasa curiga yang menjadi hambatan utama untuk melangkah maju. (saying sekali, karena, sebagaimana yang akan saya perlihatkan nanti, menerima permintaan maaf tidak berarti percaya pada pelaku melainkan berarti kita mengakui bahwa pelaku telah mengajukan permintaan maaf yang cukup sempurna baik dalam bentuk maupun isinya).
            Permintaan maaf yang paling efektif juga memuat pernyataan bahwa kesalahan tersebut tidak akan terulang kembali. Sebuah kalimat yang secara khusus efektif adalah berbagai bentuk dari, “saya berjanji hal ini tidak akan terulang lagi”. Sementara itu mengakhiri permintaan maaf dengan sebuah komitmen sering kali memberikan hasil yang efektif. Teori komunikasi mengatakan bahwa manusia lebih ingat akan apa yang terakhir mereka dengar.
            Janji untuk tidak mengulangi tingkah laku yang menyakitkan kerap kali menjadi penghalang bagi permintaan maaf. Walaupun mungkin niatnya tulus, tapi sesungguhnya tidak mudah untuk mewujudkan janji tersebut. Pihak yang meminta maaf harus mewujudkan lewat kata-kata dan perbuatan bahwa dia benar-benar sudah berubah. Ujian terakhir, tentu saja, terjadi ketika muncul kesepakatan yang mengarah pada kesalahan yang dilakukan semula. Apakah mantan pelaku menyerah pada kebiasaan dan nilai-nilai lamanya?  Atau apakah pelajaran yang diperoleh dari permintaan maaf dapat menguasai keadaan? Sayangnya, Karena sifat manusia, masa lalu seringkali menjadi peramal terhebat bagi perbuatannya dimasa depan. Dibutuhkan lebih dari sekedar permintaan maaf untuk menghilangkan kebiasaan lama. Di butuhkan komitmen pada nilai-nilai baru sertra pengingat terus- menerus bahwa kita memiliki kemampuan untuk belajar dari kesalahan kita.
Adapun salah satu contoh permintaan maaf dibawah ini :
Angkatan Bersenjata AS Meminta maaf atas penodaan kitab suci
Pada 9 Mei 2008 sebuah Al-Qur’an penuh lubang peluru ditemukan seorang milisi Irak di sebuah tempat latihan tembak polisi di pinggiran barat kota Bagdad.
Mengingat kartun Denmark yang menggambarkan Nabi Muhammad telah menggambarkan kerusuhan fatal di seluruh Dunia Muslim, bisa dibayangkan bahwa penembakan Al-Qur’an oleh tentara amerika akan berdampak lebih parah.
Penembakan Al-Qur’an itu mengancam membubarkan jalinan kerjasama antara Amerika Serikat dan pihak milisi Irak yang telah terbangun bertahun-tahun.  
Ternyat,a kemarahan publik terhadap penodaan kitab suci Al-Qur’an itu teredam berkat permintaan maaf pihak Amerika Serikat yang dilakukan dengan cepat, langsung dan penuh nuansa. Satu minggu setelah insiden itu satu delegasi perwira tinggi Amerika Serikat tiba di Radhwaniya untuk bertatap muka dengan para syeikh dan ratusan anggota suku berjejer menyenandungkan zikir dibelakang kawat berduri. Mayor Jenderal Jeffery Hammond, komandan Divisi Infantri ke-4, memulai permintaan maafnya.
Dengan segenap kerendahan hati saya menatap mata anda hari ini dan berkata, mohon maafkan saya dan pasukan saya. Prajurit yang bersangkutan (staf sersan yang telah teridentifikasi lewat penyelidikan) telah kehilangan kehormatan untuk mengabdi pada Angkatan Bersenjata Amerika Serikat dan rakyat Irak disini, di Bagdad.
Setelah itu Kolonel Ted Martin, Komandan Brigade Divisi ke-1, menyapa kerumunan dengan salam umat Islam. Ia mengungkapkan bahwa apa yang telah diperbuat sersan itu adalah sebuah kesalahan dan yang bersangkutan telah dibebastugaskan, ditegur keras oleh Jendral yang membawahinya, dipecat dari resimen dan di mutasi dari brigade. Kemudian kolonel Martin meminta maaf. Terkadang permintaan maaf tidak perlu di ucapkan dengan kata-kata. Ia mengangkat sebuah Mushaf Al-Qur’an hingga bisa dilihat semua orang dan mengecup Kitab itu lalu menyentuhkannya ke kening sebagai tanda hormat. Ia lantas mempersembahkannya pada seorang pemimpin suku pada saat itu. Seorang syeikh setempat mendatangi mikrofon.
Atas nama semua Syeikh, kami menyatakan kami menerima permintaan maaf yang disampaikan.

H.    KAPAN, DIMANA, DAN BAGAIMANA MEMINTA MAAF
Kata-kata yang anda pilih untuk menyampaikan maksud permintaan maaf anda memang merupakan inti dari setiap permintaan maaf. Tapi kata-kata bukanlah satu-satunya unsure permintaan maaf yang efektif. Begitu anda memutuskan untuk meminta maaf dan memikirkan apa yang akan anda sampaikan, anda harus membuat sedikitnya tiga keputusan penting. Seberapa baik anda menjawab pertanyaan-pertanyaan ini akan menambah atau mengurangi nilai permintaan maaf yang sudah anda rencanakan. Ketiga pertanyaan tersebut adalah:
1.      Kapan meminta maaf
Secara umum permintaan maaf akan berhasil dengan baik ketika disampaikan segera atau langsung setelah terjadinya kesalahan. Seperti pernah di katakana oleh Jendral George MacArthur, semua kekalahan militer dapat disimpulkan dalam dua kata, “sudah terlambat”. Satu peraturan baik yang patut di ingat adalah bahwa semakin kecil tingkat keseriusan sebuah peristiwa, semakin cepat permintaan maaf harus di sampaikan. Tapi bila peristiwanya lebih serius, terkadang dibutuhkan rasa penenangan diri terlebih dahulu.
      Jika anda perlu meminta maaf dan merasa tidak yakin dengan penentuan waktunya, tidak ada salahnya anda bertanya pada diri sendiri apakah akan jauh lebih baik bagi pihak korban bila permintaan maaf anda disampaikan saat itu juga atau menunggu.
2.      Dimana meminta maaf.
            Seperti yang sudah saya sampaikan sebelumnya, permintaan maaf biasanya lebih efektif jika dilakukan secara tatap muka pada waktu dan tempat yang ditentukan oleh korban. Dalam permintaan maaf secara tatap muka inilah perubahan yang sesungguhnya terjadi. Menyampaikan suatu permintaan maaf secara pribadi menandakan bahwa pelaku menganggap serius permintaan maafnya hingga mencurahkan seluruhnya dirinya dalam permohonan tersebut. Menampakkan diri adalah hal yang sangat penting dalam permintaan maaf. Meskipun kehadiran secara langsung lebih disukai, tetapi hal tersebut selalu bisa dipenuhi. Bila demikian keadannya, permintaan maaf yang dilakukan dalam bentuk lain biasanya lebih baik tidak maaf sama sekali. Selain permintaan maaf dilakukan secara langsung, anda juga dapat melakukan permintaan maaf melalu telepon, surat permintaan maaf maupun email.

3.      Bagaimana meminta maaf
Permintaan maaf adalah pembicaraan yang penting. Anda harus memiliki gagasan yang jelas tentang apa yang ingin anda sampaikan. Itu berarti latihan. Tulislah apa yang akan anda utarakan. Bukan berarti anda akan membacakan permintaan maaf anda, tapi bahwa kegiatan menulis akan membantu mengatur pikiran anda. Saya anjurkan anda untuk melakukan latihan permintaan maaf dengan teman yang anda percaya sebelum anda menyampaikannya pada korban. Mencari pendapat orang lain tentang permintaan maaf selalu menjadi ide yang baik. Lalu mulailah menyederhanakannya. Jika permintaan maaf anda terlalu sulit untuk kartu berukuran 3x5, berarti pesan tersebut perlu disederhanakan.
Labels: buku

Thanks for reading Dahsyatnya Maaf. Please share...!

0 Comment for "Dahsyatnya Maaf"

Back To Top